A. Pengertian Anestesi Lokal
Anestesi lokal adalah obat analgesik yang dirancang untuk digunakan secara klinis guna menghilangkan sensasi secara reversible pada bagian tubuh tertentu. (Intisari Farmakologi untuk Perawat, 2009 : 37)
Anestesi lokal adalah obat yang merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke sistem saraf pusat pada kegunaan lokal dengan demikian dapat menghilangkan rasa nyeri, gatal-gatal, panas atau dingin (Kartika Sari, 2013).
Anestesi lokal ialah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar cukup. Anastetik local sebaiknya tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen.
Kebanyakan anastetik local memenuhi syarat ini. Batas keamanan harus lebar, sebab anastetik lokal akan diserap dari tempat suntikan. Mula kerja harus sesingkat mungkin, sedangkan masa kerja harus cukup lama sehingga cukup waktu untuk melakukan tindakan operasi, tetapi tidak demikian lama sampai memperpanjang masa pemulihan. Zat anastetik local juga harus larut dalam air, stabil dalam larutan, dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan.
Kebanyakan anastetik local memenuhi syarat ini. Batas keamanan harus lebar, sebab anastetik lokal akan diserap dari tempat suntikan. Mula kerja harus sesingkat mungkin, sedangkan masa kerja harus cukup lama sehingga cukup waktu untuk melakukan tindakan operasi, tetapi tidak demikian lama sampai memperpanjang masa pemulihan. Zat anastetik local juga harus larut dalam air, stabil dalam larutan, dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan.
B. Struktur Anestesi Lokal
Struktur dasar dari anastesi lokal terdiri dari tiga bagian, yakni suatu gugus amino hidrofil (sekunder atau tersiaer) yang dihubungkan oleh suatu ikatan ester ( alcohol ) atau amaida dengan gugus aromatis lipofil. Semakin panjang gugus alkoholnya maka semakin besar daya anastesinya, tetapi toksisitasnya juga meningkat.
Anastesi lokal dapat digolongkan secara kelompok sebagai berikut :
a. Senyawa ester : kokain dan ester – PABA (tetrakain, benzokain, kokain, prokain)
b. Senyawa amida : dibukain, lidokain, prilokain, mepivakain
c. Lainnya : fenol, benzialkohol, etilklorida
Semua obat tersebut diatas adalah sintetis kecuali kokain yang alami.
Syarat ideal anestesi local :
1. Tidak merusak jaringan secara permanen
2. Batas keamanan lebar
3. Onset cepat
4. Durasi lambat
5. Larut air
6. Stabil dalam bentuk larutan
7. Tidak rusak karena proses penyaringan
C. Farmakokenetik dan Farmakodinamik Anestesi lokal
a.Farmakokinetik Anastesi Lokal
Anestesi lokal biasanya diberikan secara suntikan ke dalam daerah serabut saraf yang akan menghambat. Oleh karena itu, penyerapan dan distribusi tidak terlalu penting dalam memantau mula kerja efek dalam menentukan mula kerja anestesi dan halnya mula kerja anestesis umum terhadap sistem saraf pusat dan toksisitasnya pada jantung. Aplikasi topikal anestesi lokal bagaimanapun juga memerlukan difusi obat guna mula keja dan lama kerja efek anestesinya.
Absorbsi sistemik suntikan anestesi lokal dari tempat suntikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain dosis, tempat suntikan, ikatan obat jaringan, adanya bahan vasokonstriktor, dan sifat fisikokimia obat. Bahan vasokonstriktor seperti epinefrin mengurangi penyerapan sistematik anestesi lokal dari tempat tumpukan obat dengan mengurangi aliran darah di daerah ini. Keadaan ini menjadi nyata terhadap obat yang massa kerjanya singkat atau menengah seperti prokain, lidokain, dan mepivakain (tidak untuk prilokain).
Ambilan obat oleh saraf diduga diperkuat oleh kadar obat lokal yang tinggi ,dan efek dari toksik sistemik obat akan berkurang karena kadar obat yang masuk dalam darah hanya 1/3 nya saja.
Distribusi anestesi lokal amida disebar meluas dalam tubuh setelah pemberian bolus intravena. Bukti menunjukkan bahwa penyimpanan obat mungkin terjadi dalam jaringan lemak. Setelah fase distribusi awal yang cepat, yang mungkin menandakan ambilan ke dalam organ yang perfusinya tinggi seperti otak, ginjal, dan jantung, dikuti oleh fase distribusi lambat yang terjadi karena ambilan dari jaringan yang perfusinya sedang, seperti otot dan usus. Karena waktu paruh plasma yang sangat singkat dari obat tipe ester, maka distribusinya tidak diketahui.
Metabolisme dan ekskresi anestesi lokal diubah dalam hati dan plasma menjadi metabolit yang mudah larut dalam air dan kemudian diekskresikan ke dalam urin. Karena anestesi lokal yang bentuknya tak bermuatan mudah berdifusi melalui lipid, maka sedikit atau tidak ada sama sekali bentuk netralnya yang diekskresikan kerana bentuk ini tidak mudah diserap kembali oleh tubulus ginjal.
Tipe ester anestesi lokal dihidrolisis sangat cepat di dalam darah oleh butirilkolinesterase (pseudokolinesterase). Oleh karena itu, obatini khas sekali mempunyai waktu paruh yang sangat singkat, kurang dari 1 menit untuk prokain dan kloroprokain.Penurunan pembersihan anestesi lokal leh hati ini harus diantisipasi dengan menurunkan aliran darah kehati. Sebagai contoh, pembersihan lidokain oleh hati pada binatang yang dianestesi dengan halotan lebih lambat dari pengukuran binatang yang diberi nitrogen oksida dan kurare. Penurunan pembersihan ini berhubungan penurunan aliran darah ke dalam hati dan penekanan mikrosom hati karena halotan.
Farmakokinetik suatu anestetik lokal ditentukan oleh 3 hal, yaitu:
· Lipid/Water solubility ratio, menentukan ONSET OF ACTION. Semakin tinggi kelarutan dalam lemak akan semakin tinggi potensi anestesi local.
· Protein Binding, menentukan DURATION OF ACTION. Semakin tinggi ikatan dengan protein akan semakin lama durasi nya.
· pKa, menentukan keseimbangan antara bentuk kation dan basa. Makin rendah pKa makin banyak basa, makin cepat onsetnya. Anestetik lokal dengan pKa tinggi cenderung mempunyai mula kerja yang lambat. Jaringan dalam suasana asam (jaringan inflamasi)akan menghambat kerja anestetik lokal sehingga mula kerja obat menjadi lebih lama. Hal tersebut karena suasana asam akan menghambat terbentuknya asam bebas yangdiperlukan untuk menimbulkan efek anestesi.
Kecepatan onset anestetika lokal ditentukan oleh:
· Kadar obat dan potensinya
· Jumlah pengikatan obat oleh protein
· Pengikatan obat ke jaringan local
· Kecepatan metabolism
· Perfusi jaringan tempat penyuntikan obat.Pemberian vasokonstriktor (epinefrin) ditambahanestetika lokal dapat menurunkan aliran darah lokal dan mengurangi absorpsi sistemik.
b. Farmakodinamik Anastesi Lokal
Adapun farmakodinamik untuk obat anestesi lokal adalah:
1. Mekanisme Kerja
Selama eksitasi, saluran natrium terbuka dan arus natrium masuk ke dalam sel dengan cepat mendepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial natrium (+40mV). Sebagai akibat depolarisasi ini, maka saluran natrium menutup (inaktif) dan saluran kalium terbuka. Aliran kalium keluar sel merepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial kalium (sekitar -95mV); terjadi lagi repolarisasi saluran natrium menjadi keadaan istirahat. Perbedaan ionic transmembran dipertahankan oleh pompa natrium. Sifat ini mirip dengan yang terjadi pada otot jantung dan anestesi local pun mempunyai efek yang sama pada kedua jaringa tersebut.
Anestesi local mengikat reseptor dekat ujung intrasel saluran dan menghambat saluran dalam keadaan bergantung waktu dan voltase.
Bila peningkatan konsentrasi dalam secara progresif anestesi local digunakan pada satu serabut saraf, nilai ambang eksitasinya meningkat, konduksi impuls melambat, kecepatan muncul potensial aksinya menurun, amplitude potensial aksi mengecil dan akhirnya kemampuan melepas satu potensial aksi hilang. Efek yang bertambah tadi merupakan hasil dari ikatan anestesi local terhadap banyak dan makin banyak saluran natrium; pada setiap saluran, ikatan menghasilkan hambatan arus natrium. Jika arus ini dihambat melebihi titik kritis saraf, maka propagasi yang melintas daerah yang dihambat ini tidak mungkin terjadi lagi. Pada dosis terkecil yang dibutuhkan untuk menghambat propagasi, potensial istirahat jelas tidak terganggu.
2. Aksi Terhadap Saraf
Karena anestesi local mampu menghambat semua saraf, maka kerjanya tidak saja terbatas pada hilangnya sensasi sakit dan nyeri yang diinginkan. Perbedaan tipe serabut saraf akan membedakan dengan nyata kepekaannya terhadap penghambatan anestesi local atas dasar ukuran dan mielinasi. Aplikasi suatu anestesi local terhadap suatu akar serabut saraf, serabut paling kecil B dan C dihambat lebih dulu. Serabut delta tipe A akan dihambat kemudian. Oleh karena itu, serabut nyeri dihambat permulaan; kemudian sensasi lainnya menghilang; dan fungsi motor dihambat terakhir.
Adapun efek serabut saraf antara lain:
Efek diameter serabut
Anestesi lokal lebih mudah menghambat serabut ukuran kecil karena jarak di mana propagasi suatu impuls listrik merambat secara pasif pada serabut tadi (berhubungan dengan constant ruang) jadi lebih singkat. Selama mula kerja anestesi local, bila bagian pendek serabut dihambat, maka serabut berdiameter kecil yang pertama kali gagal menyalurkan impuls.
Terhadap serabut yang bermielin, setidaknya tiga nodus berturut-turut dihambat oleh anestesi local untuk menghentikan propagasi impuls. Makin tebal serabut saraf, makin terpisah jauh nodus tadi yang menerangkan sebagian, tahanan yang lebih besar untuk menghambat serabut besar tadi. Saraf bermielin cenderung dihambat serabut saraf yang tidak bermielin pada ukuran yang sama. Dengan demikian, serabut saraf preganglionik B dapat dihambat sebelum serabut C kecil yang tidak bermielin.
Efek frekuensi letupan
Alasan penting lain terhadap mudahnya penghambatan serabut sensoris mengikuti langsung dari mekanisme kerja yang bergantung pada keadaan anestesi local. Serabut sensoris, terutama serabut nyeri ternyata berkecukupan letupan tinggi dan lama potensial aksi yang relative lama (mendekati 5 milidetik). Serabut dmotor meletup pada kecepatan yang lebih lambat dengan potensial aksi yang singkat (0,5 milidetik). Serabut delta dan C adalah serabut berdiameter kecil yang terlibat pada transmisi nyeri berfrekuensi tinggi. Oleh karena itu, serabut ini dihambat lebih dulu dengan anestesi local kadar rendah dari pada serabut A alfa.
Efek posisi saraf dalam bundle saraf
Pada sekumpulan saraf yang besar, saraf motor biasanya terletak melingkari bundle dan oleh karena itu saraf ini akan terpapar lebih dulu bila anestesi local diberikan secara suntikan ke dalam jaringan sekitar saraf. Akibatnya bukan tidak mungkin saraf motor terhambat sebelum penghambatan sensoris dalam bundle besar. Jadi, selama infiltrasi hambatan saraf besar, anestesi muncul lebih dulu di bagian proksimal dan kemudian menyebar ke distal sesuai dengan penetrasi obat ke dalam tengah bagian bundle saraf.
D. Mekanisme Kerja
Anastesi lokal
menghilangkan rasa dengan jalan beberapa cara. Misalnya dengan cara menghindarkan untuk sementara pembentukan dan trasmisi implus melalui sel saraf ujungnya. Seperti juga alcohol dan barbital, anastesi lokal menghambat penerusan implus dengan cara menurunkan permebilitas membran sel saraf untuk ion – natrium yang perlu bagi fungsi saraf yang layak. Hal ini disebabkan adanya persaingan dengan ion kalsium yang berada berdekatan dengan membran neuron. Pada waktu yang bersamaan, akibat turunnya laju depolarisasi, ambang kepekaan terhadap rangsangan listrik lambat laun meningkat, sehingga akhirnya terjadi kehilangan rasa setempat secara resevibel.
E. Efek samping obat anastesi lokal
Pemberian obat anestesi lokal memiliki efek samping yang potensial sama tanpa bergantung pada cara pemberian. Bidan harus memehami efek samping samping obat anestesi lokal ketika obat in diberikan lewat jalur epidural atau spinal.
Efek samping obat anestesi lokal berhubungan dengan kerjanya, khususnya kemampuannya untuk menghambat hantaran implus dalam jaringan yang dapat tereksitasi.
Obat – obatan anestesi lokal akan menyekat saluran cepat ion natrium padasemua jaringan penghantar implus, yaitu :
a. System saraf pusat
b. System pernafasan
c. Jantung dan system kardiovaskuler
d. imunologi
e. Depresi Otot polos
f. Otot sketlet.
a. Sistem saraf
Pusat
Sistem saraf pusat sangat rentan terhadap toksisitas anastesi lokal dan merupakan tempat tanda – tanda pertanda dari overdosis ada pasien terjaga. Gejala awal adalah mati rasa circumoral, paresthesia lidah, dan pusing. Keluhan sensory mungkin termasuk tinnitus dan penglihatan kabur. Tanda – tanda rangsang ( kegelisahan, agitasi, paranoia) sering mendahului depresi system saraf pusat ( bebicara cadel, mengantuk, pingsan) berkedut otot pembawa timbulnya kejang tonik – klonik. Dengan penurunan aliran darah otak dan paparan obat, benzodiazepines dan hiperventilasi meningkatkan ambang kejang yang disebabkan anastesi lokal.
b. System pernafasan
Lidokain menekan drive hipoksia ( respon ventilasi untuk PaO2 rendah ). Apne dapat hasil dari kelumpuhan saraf frenik dan interkostal atau depresi pusat pernafasan medural berikut kontak lansung dengan agen anestesi lokal ( sindrom apne postretrobulbar). Anastesi lokal rilrks otot polos bronchial, lidokain intravena ( 1.5 mg/kg ) dapat memblokir refleks bronkokonstriksi kadang – kadang dikaitkan dengan intubasi. Lidokain diberikan sebagai aerosol suatu dapat menyebabkan bronkospasme pada beberapa pasien dengan penyakit saluran napas reaktif.
c. Jantung dan System kardiovaskuler
Secara umum, semua bius lokal menekan otomatisitas miokard ( fase depolarisasi IV spontan ) dan mengurangi durasi periode refraktori. Kontraktilitas miokard dan kecepatan konduksi juga tertekan pada kontrasi yang lebih tinggi. Hasil ini efek dari peubahan langsung membrane otot jantung ( natrium blockade saluran jantung ) dan penghambat system saraf otonom. Semua anatesi lokal kecuali kokain menghasilkan relaksasi otot polos, yang menyebabkan beberapa derajat vasodilatasi arteriol. Kombinasi berikutnya dari bradikardi, blok jantung, dan hipotensi dapat berujung pada serangan jantung. Mayor toksisitas kardiovaskuler biasanya membutuhkan sekitar tiga kali konsentrasi darah yang menghasilkan kejang.
d. Imunologi
Golongan ester menyebabkan reaksi alergi lebih sering, karena merupakan derifat para amnino benzoic acids ( PABA ) yang dikenal sebaga allergen. PABA ini dapat menediakan efek anti bakteri dari sulfonamide yang berdasarkan antagonism persaingan dengan PABA, oleh karena itu terapi dengan sulfa tidak boleh dikombinasikan dengan penggunaan ester – ester tersebut. Toksisitas sangat bergantung pada :
· Jumlah larutan yang disuntukan
· Kosentrasi obat
· Ada tidaknya adrenalin
· Vaskularisasi tempat suntikan
· Absorpsi obat
· Laju destruksi obat
· Hipersensitivitas
· Usia
· Keadaan umum
· Berat badan
e. Depresi
Otot polos
Kontrasi uterus, usus dan kandung kemih akan tertekan oleh kerja obat – obat anastesi lokal. Inhibisi kandung kemih biasanya menimbulkan restensi urin, tetapi sebaliknya inkontinensia urine da fases mungkin saja terjadi. Analgesia epidural akan disertai dengan peningkatan resiko retensi urin postpartum. Masalah yang potensial dlam jangka pendek dan jangka panjang yang timbul akibat kateterisasi urine yang berkali – kali tidak boleh.
Sejumlah peniliti telah menunjukan bila obat anestesi lokal diberikan secara epidural maka:
· Kala satu dan dua ersalinan cenderung berlangsung lebih lama ( perbedaan rerata antara anastesi epidural dan pemberian opoid adalah 42 dan 14 menit )
· Dilatasi serviks berjalan lenih lambat
· Pemberian oksitosin memerlukan disis dua kali lipat
· Malposisi janin lebih sering terjadi
· Kemungkinan secsio cecarea karena distosia menjadi lebih besar
· Perlahiran bayi dengan alat menjadi dua hingga empat kali
Obat – obat anastesi lokal memperpajang masa persalinan dengan :
1. Menimbulkan relaksasi otot – otot dasar panggul
2. Mengurangi refleks mengejan
3. Mengurangi upaya bayi untuk mendorong bayinya lahir
4. Bekerja langsung pada otot rahim dengan menurunkan tonus otot
5. Mengurangi pelepasan oksitosin secara pulsatile dari kelenjar hipofisi posterior.
Efek anastesi lokal pada neonatus.
Dalam pemberian obat anastesi lokal secara epidural dapt memberikan efek neurobehavioural yang tidak jelas pada neonates yang tidak terdeteksi pada usia 18 bulan. System auditorius pada neonates dapat mengalami ganggguan sepintas, namun setiap efek samping neurobehavioural tidak merintangi pmberian ASI.
Penggunaan analgesia epidural akan meningkatkan resiko hipoglikemia neonatal, takipnea dan gangguan pada metabolism lipid. Tindakan analgesia epidural pada neonates memberikan kemungkinan yang lebih kecil bagi neonates untk memiliki nilai APGAR yang rendah pada waktu lima menit atau memerlukan nalokson jika dibandingkan dengan kemungkinan yang terjadi setelah pepmberian opoid.
Kewaspadaan dan kontraindkasi
Kewaspadaan dan kontraindikasi pada penggunaan obat anastesi lokal
o Obat anestesi lokal tidak boleh digunakan pada pasien dengan riwayat alergi terhadap setiap obat anastesi yang secara kimia yang ada hubungannya terhadap konstituen yang membentuk obat tersebut.
o Pemberian anastesi lokal tidak dianjurkan ibu hamil atau pasien baru saja mengalami perdarahan karena respon kardiovaskuler terhadap kehilangan darah tersebut akan terganggu.
o Obat anastesi lokal harus diberikan dengan hati – hati sekali jika terpaksa digunakan didaerah yang mengalami inflamasi.
o Obat anastesi lokal harus digunakan dengan hati – hati pada : blok jantung atau gangguan hantaran jantung, epilepsi, penyakit hati atau ginjal, riwayat hipertermia, gangguan respirasi dan laktasi.
F. Cara - Cara Pemberian Obat Anestesi Lokal
Anestesi lokal umumnya digunakan secara parental misalnya pada waktu pembedahan kecil dimana pemakaian anestesi umum tidak diperlukan. Beberapa cara pemberian anestesi lokal adalah:
- Anestesi Infiltrasi, suntikan diberikan di tempat yang dibius ujung-ujung syarafnya. Misal pada daerah kecil kulit atau pada gusi untuk pencabutan gigi.
- Anestesi Penyaluran Saraf, penyuntikan dilakukan pada tempat banyak saraf berkumpul, hingga tercapai anestesi pada bagian yang lebih luas. Misal pada lengan atau kaki
- Anestesi Permukaan, biasanya digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri atau gatal. Misalnya dalam bentuk suppositoria untuk penyakit ambein.
G. Nama – Nama Obat Dalam Anastesi Lokal
1. Prokain.
a. Farmakodinamik
· Dosisi 100 – 800 mg : analgesic ringan efek maksimal 10 – 20 ‘ hilang setelah 60 ‘
· Dhirolisis menjadi PABA ( para amino binzoic acid ) dapat menghambat kerja sulfonamid.
b. Farmakokinetik
· Absorpsi PABA ( para amino binzoic acid ) dan dietilaminoetanol
· Hidrolisisnya cepat oleh enzim plasma ( prokain esterase )
· PABA Di eksresikan dalam urin ( dalam bentuk utuh dan tergonjugasi )
c. Indikasi
· Anastesi infitrasi, blok saraf, epidural, kaudal dan spinal
· Geriatric : perbaikan aktivitas seksual dan fungsi kelenjar endokrin
d. Kontra indikasi
· Pemberian intravena untuk penderita miastenia gravis karena prokain menghasilkan derajat blok neuromuskuler.
e. Dosis : 15 mg/kg BB
· Untuk infitrasi : larutan 0.25 – 0.5 % dosis maksimumnya 1000 mg.
· Onset : 2- 5 menit, durasi 30 – 60 menit.
· Bisa ditambah adrenalin ( 1 : 100.000 atau 1 : 200.000)
· Dosis untuk epidural ( maksimum ) 25 ml larutan 1.5% . Untuk kaudal 25 ml larutan 1.5%. spinal analgesia 50 – 200 mg. tergantung efek yang diinginkan lamanya 1 jam.
2. Lidokain ( lignocain, xylocain, lidonest )
a. Farmakodinamik
· Anestesi lokal kuat. Terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama dan lebih ekstensif dari pada prokain.
· Larutan lidokain o.5 % adalah anastesi infiltrasi, 1 – 2 % ; nastesi blok dan topical.
· Efektif tanpa vasokontraktor, kcepatan absorpsi dan toksitas, masa keja lebih pendek.
b. Farmakokinetik
· Absorpsinya mudah diserap dari tempat ijeksi
· Dapat tembus sawar darah otak
· Metabolism : di hati , eksresinya di urin
c. Indikasi
· Injeksi : anastesi infitrasi, blok saraf anestesi epidural, kaudal dan mukosa
· Anest infitrat : larutan .025 % – 0.50% dengan atau tanpa adrenalain
· Kedok gigi : larutan 1 – 2 % lidokain dengan adrenalin
· Anestesi permukaan, anest kornea mata ( lidokain 2 % + adrenalin )
d. Kontra indikasi
Iritabilitas jantung
e. Efek samping
Efek samping lidokain biasanya berkaitan dengan efek terhadap SSP, misalnya mengantuk, pusing, parestesia, gangguan mental, koma, dan seizures. Lidokain dosis berlebihan dapat menyebabkan kematian akibat fibrilasi ventrikel, atau oleh henti jantung.
f. Dosis
· Kosentrasi efektif minimal 0.25 %.
· Infitrasi, mula kerja 10 menit, relaksasi otot cukup baik.
· Kerja sekitar 1 – 1.5 juam tergantung konsetrasi larutan.
· Larutan standar 1 atau 1.5% untuk blok perifer.
· 0.25 % - 0.5 % + adrenalin 200.000 untu infitrasi.
· 0.5 % untuk blok sensorik tanpa blok motorik.
· 1 % untuk blok motorik dan sensorik
· 2 % untuk blok motorik pasien yang berotot (muscular)
· 4% atau 10 % untuk topical semprot faring – laring
· 5 % bentuk jeli untuk dioleskan di pipa trakea
· 5 % lidokain dicampur prilokain untuk topical kulit.
· 5 % hiperbarik untuk analgesia intratekal
3. Bupivakain (marcain)
Secara kimia dan farmakologis mirip lidokain. Toksisitas setaraf dengan tetrakain. Untuk infiltrasi dan blok saraf perifer dipakai larutan 0.25 – 0.75%. Dosisi maksimal 200mg. Duration 3 – 8 jam, kosentrasi efekti minimal 0.125 %. Mulai kerja lebih lambat disbanding lidokain. Setelah suntik kaudal, epidural, atau infiltrasi, kadar plasma puncak dicapai dalam 45 menit. Kemudian menurun perlahan – lahan dalam 3 – 8 jam. Untuk anastesi spinal 0.5% volume antara 2 – 4 ml iso atau hiperbarik. Untuk blok sensorik epidural 0.375% dan pembedahan 0.75%.
4. Kokain Hanya dijumpai dalam bentuk topical semprot 4 % untuk mukosa jalan napas atas. Lama kerja 2 – 30 menit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar